Translate
Tuesday, March 30, 2010
Roskilde, Kota Viking
Mengunjungi Denmark, rasanya kurang afdol kalau kita tidak menyempatkan diri mendatangi Roskilde sebuah kota yang banyak menyimpan sejarah perjalanan Bangsa Viking, leluhur orang-orang Denmark, Swedia dan Norwegia.
Hari ini kami mengunjungi Roskilde. Ini merupakan kunjunganku ke-3 ke Roskilde. Kunjungan pertama pada tahun 2005, saat itu kami mengunjungi Roskilde Dome Kirke, sebuah gereja kuno yang di dalamnya terdapat makam para raja dan ratu Denmark. Setelah puas melihat keindahan gereja tersebut, kami menyempatkan mengunjungi Museum Kapal Viking yang menyimpan sisa-sisa temuan kapal Viking yang ditemukan di perairan sekitar Roskilde dan replika kapal Viking yang dimuat semirip mungkin dengan aslinya.
Kunjungan ke-2 ku pada tahun 2007, saat itu kami hendak membeli sebuah kayak di salah satu toko perangkat olahraga alam yang berada di kota itu. Ketika dalam perjalanan pulang, aku bilang ke suami: "Kapan-kapan ke sini lagi ya biar Bintang (yang saat itu masih berusia 3 bulan) bisa melihat koleksi kapal kuno Viking".
Niat itupun terwujud hari ini, dan betul seperti dugaanku, Bintang sangat senang sekali dapat melihat langsung kapal-kapal Viking kuno yang berada di museum tersebut. Celoteh kagumnya tidak berhenti keluar dari mulut mungilnya, seperti: "Wow ...", "It's big", "I want to see it again", sampai " I dont want to go home!"
Labels:
Museum Kapal Viking,
Roskilde,
Roskilde Dome Kirke,
Viking
Friday, March 26, 2010
Di sinilah reformasi itu berawal ...
Kami tinggal di Kota Slagelse, sebuah kotamadya (komunne) yang berada di bagian Timur Sealand (sekitar 100 km dari ibukota Denmark Kopenhagen).
Kota yang berpenduduk lebih kurang 32 ribu jiwa ini menyimpan banyak kisah sejarah penting Denmark: selain menjadi kota dimana HC Andersen belajar bahasa (yang juga menjadi masa-masa paling membosankan bagi penulis dongeng anak-anak tersebut), kota ini juga terkenal sebagai pusat perdagangan pada Abad ke-11. Di kota ini kita dapat melihat sebuah gereja tua yang berasal dari Abad ke-11dan juga Benteng Viking Trelleborg.
Situs sejarah Denmark lainnya di kota ini yang tidak kalah menarik perhatianku adalah Antvorskov. Sebuah situs sejarah yang sayangnya kurang mendapat perhatian karena tampak kotor dan tidak terawat; padahal di tempat inilah masa reformasi Denmark berawal.
Sekilas tentang Antvorskov
Antvorskov merupakan Seminari Katolik Roma Santo Petrus Yerusalem yang berlokasi sekitar satu kilometer selatan Kota Slagelse, Sealand Denmark. Mulai dibangun pada tahun 1165 oleh Valdemar the Great salah seorang ksatria gereja/ knight of St John.
Seminari ini memiliki kewenangan keuskupan tinggi di wilayah Skandinavia dan memberi laporan langsung kepada keuskupan agung yang berada Jerman, Rhodes (kemudian Malta) dan juga kepada Paus Agung. Karenanya seminari ini memiliki peran yang sangat penting. Sebelum masa reformasi, seminari ini juga sering digunakan untuk kegiatan pemerintahan Denmark.
Pada abad ke-13 dan 14, seminari ini menjadi penguasa lahan utama di Denmark. Banyak orang memberi sumbangan kepada seminari dengan harapan mendapatkan doa penyembuhan dan jatah lahan makam di dalam gereja seminari.
Beberapa tokoh penting dalam sejarah Denmark yang tercatat dalam sejarah panjang seminari ini antara lain:
Henrik of Hohenscheid penasehat Raja Denmark Erik V and Erik VI yang banyak memberikan kontribusi kepemilikan kepada seminari ini.
Jep Mortensen membangun kembali seminari antara tahun 1468 and 1490, dan menambahkan bangun kapel baru yang melekat pada gereja seminari.
Eskil Thomesen, seorang pastor Katolik Roma yang mendapatkan ijin untuk menjalankan fungsi sebagai seorang uskup tanpa melalui pengukuhan resmi. Thomesen menentang ajaran Lutheran dan mengirimkan Hans Tausen yang pernah tinggal di seminari ini ke dalam penjara di Viborg karena telah mengajarkan Lutheran yang dilarang pada peringatan Jumat Agung pada tahun 1525 yang juga menjadi pembuka awal masa reformasi di Denmark.
Thomesen juga menolak meratifikasi hasil pemilu pada tahun 1534 yang menjadikan Christian III (yang sangat dia tentang) untuk menjadi Raja Denmark. Ketika bangsawan Christopher of Oldenburg gagal untuk menjadikan Christian II sebagai raja, Christian III mengancam baik kepada Thomesen dan institusi seminari. Raja mendesak seminari untuk memberikan uang sebagai pembayar hutang-hutang raja selama mengamankan masa pemilunya.
Setelah masa reformasi, kompleks seminari berubah menjadi tempat tinggal kerajaan. Pada tahun 1585 penggunaan nama Seminari Antvorskov sangat dilarang dan berubah menjadi Kastil Antvorskov. Frederik II wafat di kastil ini pada tahun 1588. Pada tahun 1717 kastil ini untuk sementara digunakan sebagai markas tentara Denmark.
Gereja seminari dibuka kembali untuk melayani misa pada tahun 1722, namun pemiliknya yang baru Menteri Keuangan Koes memerintahkan agar gedung gereja dibongkar dan material bangunannya digunakan untuk membangun rumah vilanya di Falkenstein.
Pada tahun 1774, lahan wilayah seminari ini terpecah menjadi 9 rumah besar yang dimiliki oleh keluarga-keluarga bangsawan. Pada tahun 1799, Menteri Negara Brunn membeli sisa bangunan dan membaginya menjadi empat bagian dan menjualnya.
Sisa-sisa reruntuhan kompleks seminari besar ini masih dapat kita lihat hingga saat ini. Bahkan penulis dongeng anak-anak terkenal Denmark, Hans Christian Andersen pernah mengkisahkan kunjungannya ke reruntuhan sisa-sisa seminari besar ini.
Kota yang berpenduduk lebih kurang 32 ribu jiwa ini menyimpan banyak kisah sejarah penting Denmark: selain menjadi kota dimana HC Andersen belajar bahasa (yang juga menjadi masa-masa paling membosankan bagi penulis dongeng anak-anak tersebut), kota ini juga terkenal sebagai pusat perdagangan pada Abad ke-11. Di kota ini kita dapat melihat sebuah gereja tua yang berasal dari Abad ke-11dan juga Benteng Viking Trelleborg.
Situs sejarah Denmark lainnya di kota ini yang tidak kalah menarik perhatianku adalah Antvorskov. Sebuah situs sejarah yang sayangnya kurang mendapat perhatian karena tampak kotor dan tidak terawat; padahal di tempat inilah masa reformasi Denmark berawal.
Sekilas tentang Antvorskov
Antvorskov merupakan Seminari Katolik Roma Santo Petrus Yerusalem yang berlokasi sekitar satu kilometer selatan Kota Slagelse, Sealand Denmark. Mulai dibangun pada tahun 1165 oleh Valdemar the Great salah seorang ksatria gereja/ knight of St John.
Seminari ini memiliki kewenangan keuskupan tinggi di wilayah Skandinavia dan memberi laporan langsung kepada keuskupan agung yang berada Jerman, Rhodes (kemudian Malta) dan juga kepada Paus Agung. Karenanya seminari ini memiliki peran yang sangat penting. Sebelum masa reformasi, seminari ini juga sering digunakan untuk kegiatan pemerintahan Denmark.
Pada abad ke-13 dan 14, seminari ini menjadi penguasa lahan utama di Denmark. Banyak orang memberi sumbangan kepada seminari dengan harapan mendapatkan doa penyembuhan dan jatah lahan makam di dalam gereja seminari.
Beberapa tokoh penting dalam sejarah Denmark yang tercatat dalam sejarah panjang seminari ini antara lain:
Henrik of Hohenscheid penasehat Raja Denmark Erik V and Erik VI yang banyak memberikan kontribusi kepemilikan kepada seminari ini.
Jep Mortensen membangun kembali seminari antara tahun 1468 and 1490, dan menambahkan bangun kapel baru yang melekat pada gereja seminari.
Eskil Thomesen, seorang pastor Katolik Roma yang mendapatkan ijin untuk menjalankan fungsi sebagai seorang uskup tanpa melalui pengukuhan resmi. Thomesen menentang ajaran Lutheran dan mengirimkan Hans Tausen yang pernah tinggal di seminari ini ke dalam penjara di Viborg karena telah mengajarkan Lutheran yang dilarang pada peringatan Jumat Agung pada tahun 1525 yang juga menjadi pembuka awal masa reformasi di Denmark.
Thomesen juga menolak meratifikasi hasil pemilu pada tahun 1534 yang menjadikan Christian III (yang sangat dia tentang) untuk menjadi Raja Denmark. Ketika bangsawan Christopher of Oldenburg gagal untuk menjadikan Christian II sebagai raja, Christian III mengancam baik kepada Thomesen dan institusi seminari. Raja mendesak seminari untuk memberikan uang sebagai pembayar hutang-hutang raja selama mengamankan masa pemilunya.
Setelah masa reformasi, kompleks seminari berubah menjadi tempat tinggal kerajaan. Pada tahun 1585 penggunaan nama Seminari Antvorskov sangat dilarang dan berubah menjadi Kastil Antvorskov. Frederik II wafat di kastil ini pada tahun 1588. Pada tahun 1717 kastil ini untuk sementara digunakan sebagai markas tentara Denmark.
Gereja seminari dibuka kembali untuk melayani misa pada tahun 1722, namun pemiliknya yang baru Menteri Keuangan Koes memerintahkan agar gedung gereja dibongkar dan material bangunannya digunakan untuk membangun rumah vilanya di Falkenstein.
Pada tahun 1774, lahan wilayah seminari ini terpecah menjadi 9 rumah besar yang dimiliki oleh keluarga-keluarga bangsawan. Pada tahun 1799, Menteri Negara Brunn membeli sisa bangunan dan membaginya menjadi empat bagian dan menjualnya.
Sisa-sisa reruntuhan kompleks seminari besar ini masih dapat kita lihat hingga saat ini. Bahkan penulis dongeng anak-anak terkenal Denmark, Hans Christian Andersen pernah mengkisahkan kunjungannya ke reruntuhan sisa-sisa seminari besar ini.
Saturday, March 20, 2010
Unpainted Pictures
"There is silver blue, sky blue and thunder blue. Every colour holds within it a soul, which makes me happy or repels me, and which acts as a stimulus. To a person who has no art in him, colours are colours, tones tones...and that is all. All their consequences for the human spirit, which range between heavens to hell, just go unnoticed." (Quoted in Nolde-Forbidden Pictures (exhibition catalogue), Marlsborough Fine Art Ltd., London, 1970,p.9)
Kutipan di atas merupakan buah pikiran seorang pelukis ekspresionis ternama blasteran Jerman-Denmark Emil Nolde (1867-1956) yang beberapa koleksinya dipamerkan di Ordrupgaard Museum of French Impressionism yang berlokasi di Vilvordevej 110 Charlottenlund Copenhagen mulai 21 Januari hingga 9 Mei 2010.
Ini kali pertama aku berkesempatan melihat pameran lukisan di Denmark. Kesan mendalam yang aku lihat dari lukisan-lukisan karya Emil Nolde baik yang menggunakan cat minyak maupun cat air adalah pulasan tajam dan warnanya yang berani. Selain menggunakan cat minyak dan cat air, Nolde juga menggunakan arang dan pena tinta untuk melukis. Walau tanpa warna, goresan-goresan tangannya menciptakan tarikan yang ekspresif dan provokatif.
Pada awal 1920-an Emil Nolde sempat menjadi pendukung Nazi yang setia, dia bahkan turut serta mensosialisasikan 'hal-hal negatif' tentang Yahudi dan menjadikan aliran lukisan Ekpresionisme hanya sebagai milik bangsa Jerman. Namun ternyata, Hitler menolak semua bentuk kesenian modern dan menyebutnya sebagai “degenerate art” dan karya-karya Nolde termasuk yang dilarang; 1052 buah karyanya dikeluarkan dari museum dan bahkan dia dilarang samasekali untuk melukis. Walaupun begitu setelah tahun 1941, dia diam-diam tetap melukis dengan menggunakan cat air (karena cat air tidak seperti cat minyak yang mudah terdeteksi lewat baunya). Dia menyembunyikan lukisan-lukisan cat airnya itu, dan menyebutnya “Unpainted Pictures”.
Sebagai kenang-kenangan, kami membeli dua poster lukisan Emil Nolde yang rencananya akan menghiasi tempat tinggal kami nanti di Denmark.
Kutipan di atas merupakan buah pikiran seorang pelukis ekspresionis ternama blasteran Jerman-Denmark Emil Nolde (1867-1956) yang beberapa koleksinya dipamerkan di Ordrupgaard Museum of French Impressionism yang berlokasi di Vilvordevej 110 Charlottenlund Copenhagen mulai 21 Januari hingga 9 Mei 2010.
Ini kali pertama aku berkesempatan melihat pameran lukisan di Denmark. Kesan mendalam yang aku lihat dari lukisan-lukisan karya Emil Nolde baik yang menggunakan cat minyak maupun cat air adalah pulasan tajam dan warnanya yang berani. Selain menggunakan cat minyak dan cat air, Nolde juga menggunakan arang dan pena tinta untuk melukis. Walau tanpa warna, goresan-goresan tangannya menciptakan tarikan yang ekspresif dan provokatif.
Pada awal 1920-an Emil Nolde sempat menjadi pendukung Nazi yang setia, dia bahkan turut serta mensosialisasikan 'hal-hal negatif' tentang Yahudi dan menjadikan aliran lukisan Ekpresionisme hanya sebagai milik bangsa Jerman. Namun ternyata, Hitler menolak semua bentuk kesenian modern dan menyebutnya sebagai “degenerate art” dan karya-karya Nolde termasuk yang dilarang; 1052 buah karyanya dikeluarkan dari museum dan bahkan dia dilarang samasekali untuk melukis. Walaupun begitu setelah tahun 1941, dia diam-diam tetap melukis dengan menggunakan cat air (karena cat air tidak seperti cat minyak yang mudah terdeteksi lewat baunya). Dia menyembunyikan lukisan-lukisan cat airnya itu, dan menyebutnya “Unpainted Pictures”.
Sebagai kenang-kenangan, kami membeli dua poster lukisan Emil Nolde yang rencananya akan menghiasi tempat tinggal kami nanti di Denmark.
Wednesday, March 17, 2010
Mentalitas Denmark
Nuansa Informal
Nilai-nilai kesamaan derajad, kehangatan, individualitas dan demokrasi sangat dijunjung tinggi oleh kebanyakan orang-orang Denmark. Nuansa informal di Denmark terasa lebih kental dibandingkan negara-negara lain. Kita dapat memanggil “kamu” atau nama pertama kepada teman, kerabat, dan rekan sejawat. Bukan hal yang aneh ketika kita mendengar mereka memanggil atasannya sendiri hanya dengan nama, tanpa embel-embel bapak atau ibu. Hal ini dapat kita temui juga di dunia pendidikan, di mana para siswa dapat memanggil guru-guru mereka hanya dengan nama depannya.
Demokrasi
Diskusi dan debat merupakan aspek yang mendasar dalam pola kehidupan di negara ini, baik di dalam keluarga maupun di tengah masyarakat. Orang Denmark sejak dini sangat sadar bahwa mereka dapat turut mengemukakan pendapat tanpa rasa takut. Dalam dunia usaha, Anda akan dapat rasakan dan lihat bagaimana struktur dan proses demokrasi sangat berpengaruh kuat. Beberapa organisasi/ perkumpulan juga menyumbangkan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan demokrasi di negara ini.
Humor dan Kehangatan
Kehangatan merupakan bagian yang sangat penting ketika kita berbicara tentang mentalitas orang Denmark. Walau sulit untuk menerjemahkan secara harfiah arti “hygge” (kehangatan) dalam bahasa Denmark, Anda akan segera menyadari bahwa kata itu berkaitan dengan perasaan nyaman, nikmat dan menyukai satu sama lain, di mana tak jarang makanan dan minuman sangat berperan penting dalam menciptakan perasaan tersebut.
Humor juga merupakan bagian yang memiliki peran yang penting. Bagi kebanyakan orang Denmark, humor bersifat ironik dan seringkali sulit bagi kita untuk menerima atau memahaminya. Walaupun begitu bila kita ingin mengenal mentalitas Denmark, kita harus belajar memahami gaya humor mereka tersebut.
Kawan dan Rekan
Di Denmark, biasanya hubungan perkawanan terjadi setelah sekian lama menjalin hubungan sebagai rekan/ sejawat. Orang Denmark sangat membedakan antara kawan dan rekan, begitu juga di kehidupan pribadi maupun di dalam perkumpulan, orang Denmark dikelilingi jejaring perkawanan yang dibangun dari sekian waktu lamanya. Hubungan yang berdasarkan kepercayaan harus terbangun terlebih dahulu sebelum orang Denmark mau/sepakat menjalin hubungan usaha dengan rekanan barunya.
Sosialistik Individualistik
Di Denmark, semua orang memiliki kedudukan dan hak yang sama tanpa membedakan latar belakang sosial dan asal-usul.
Karenanya, banyak yang meyakini bahwa orang Denmark bersifat anti-individualistik, walaupun hal itu sama sekali tidak benar. Sebagaimana kebanyakan orang Eropa lainnya, orang Denmark memiliki kepercayaan mendasar tentang hak-hak mereka berkaitan dengan karir, tempat tinggal dan sebagainya sesuai kebutuhan individual mereka. Kemandirian dan inisiatif sangat dihargai dan rasa percaya yang tinggi menjadi karakter umum orang-orang Denmark.
Kemampuan untuk memadukan antara sifat individualistik dan fokus pada kesejahteraan bersama inilah yang kemudian oleh salah seorang pengamat sosial disebut dengan “Sosialistik Individualistik”.
Tuesday, March 16, 2010
Teman sebangsa di tanah yang asing
Aku beruntung sekali dapat mengenal seorang kawan Indonesia yang lebih dahulu tinggal di Denmark. Namanya Nita Sjøstrøm
Dari Nita aku banyak mendapatkan info-info penting berkaitan dengan kehidupan di Denmark, seperti urusan ijin tinggal, sekolah bahasa hingga di mana dapat membeli tiket terusan untuk bis kota. Aku bertemu dan berkenalan dengannya sekitar dua tahun yang lalu, ketika KBRI di Denmark mengadakan pameran dan pasar murah dalam rangka 17 Agustus-an. Sejak saat itu kami secara intens menjalin komunikasi melalui email atau facebook.
Kemarin kami bertemu di apartemennya. Bertemu teman sebangsa menjadi sesuatu yang sangat istimewa, maklum mulut ini kangen bicara bahasa ibu. Kami berbincang sekitar satu jam tentang kabar masing-masing. Dia banyak bercerita tentang pengalamannya di sekolah bahasa Danish: "Nanti di kelas, walaupun baru mulai, ga ada tuh ceritanya gurunya pake Bahasa Inggris sebagai selingan. Waktu gue dulu baru masuk gurunya langsung nyerocos pake Bahasa Danish, yang ada gue melongo abis", ceritanya menjawab pertanyaanku apakah nanti di kelas kita dibolehkan berbahasa Inggris. Menurutnya cara seperti itu malah akan mempercepat proses penguasaan bahasa Danish karena kita 'dipaksa' untuk memahami. Nita sendiri Juni nanti akan menempuh ujian akhir sekolah bahasa yang telah dijalaninya selama dua tahun.
Sekolah bahasa Danish penting sekali bagi para pendatang untuk mendapatkan ijin tinggal tetap, pekerjaan, atau melanjutkan sekolah tinggi di Denmark. Walau kebanyakan orang Denmark mampu berbahasa Inggris dengan baik, mereka tetap memprioritaskan untuk selalu berbahasa Denmark kepada kita walaupun kita sendiri belum tentu mengerti bahasa mereka.
Oya, Nita juga meminjamkan beberapa buku bacaan yang dia gunakan di sekolah. "Semoga berguna ya buat kamu", katanya.
Tusind tak Nita :)
Labels:
sekolah bahasa,
teman sebangsa di Denmark
Thursday, March 11, 2010
Eranthis: Awal Hidup yang Baru
Pagi-pagi mama menghampiriku: "Anna, saya punya sesuatu untukmu sebagai pembuka musim semi...". "Apa itu ma?" tanyaku penasaran. Lantas dia memberiku sebuah mangkuk kecil berisi air yang di dalamnya berisi bunga-bunga kuning kecil yang cantik. "Ini namanya Eranthis, mereka adalah bunga pertama yang muncul di awal musim semi", jelas mama. Mama menemukan bunga-bunga kuning cantik itu tumbuh di halaman belakang rumahnya yang masih dipenuhi gundukan salju. Luar biasa, dalam kondisi sedingin ini mereka sudah tumbuh bermekaran ...
Eranthis menjadi lambang pembuka sebuah kehidupan atau permulaan yang baru. Cocok kan dengan kondisiku saat ini?
Bunga memang menjadi hal yang luar biasa bagi penduduk yang tinggal di negara dengan 4 musim. Sekarang aku bisa lebih memahami hal itu, karena merasakan sendiri betapa tandusnya tanaman dan pepohonan saat musim dingin. Mereka meranggas tanpa selembar pun daun di tubuhnya. Dan ketika bunga-bunga pertama tumbuh sebagai penanda pergantian musim dingin ke musim semi, betapa antusias penduduk menyambutnya. Kehangatan alami akan datang lagi, begitu harapan mereka.
Cerita tentang indahnya musim semi akan aku sampaikan pada posting-posting ke depan. Kata Lars di akhir April - awal Mei pemandangan akan tampak indah sekali: hamparan bunga-bunga liar akan banyak terlihat di mana-mana. Dan pemandangan akan semakin menakjubkan bila kita berjalan-jalan di dalam hutan. Tunggu saja ya cerita tentang musim semi di Denmark ...
Selain cerita tentang bunga Erantis, hari ini Bintang alhamdulilah akhirnya sah menjadi penduduk Denmark dengan diterimanya nomor kependudukan dari pemerintah Denmark (Det Centrale Personregister/ CPR). Dengan nomor ini, Bintang berhak mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan Gratis. Namanya sudah masuk dalam database terpusat, sehingga cukup dengan hanya menginput nomor CPR, pemerintah dapat mengetahui profil Bintang secara lengkap, sejarah kesehatan, keuangan, dan sebagainya.
Proses kepengurusan CPR ini sama sekali tidak sulit. Kami tinggal datang ke kantor kommune (semacam kantor kecamatan di Indonesia) di mana kami tinggal sekarang. Menyerahkan fotokopi paspor dan akte lahir milik Bintang. Seminggu kemudian nomor CPR sudah kami dapatkan. Kantor Kommune mengirimkannya melalui pos.
Hari ini kami juga mendatangi kantor polisi untuk menyerahkan berkas dokumen sebagai persyaratan pengajuan ijin tinggalku. Seorang petugas di kantor itu memeriksa semua kelengkapan dokumen yang kami serahkan. Dia meminta kami untuk menelpon kantor imigrasi pusat di Kopenhagen dalam waktu 2 bulan ke depan untuk mengecek secara langsung aplikasi yang aku ajukan.
Dengan ijin tinggal itu, aku berhak tinggal di Denmark selama 2 tahun dan dapat segera memulai sekolah Bahasa Danish secara gratis . Mudah-mudahan semuanya lancar ya. Wish me luck ;)
Tuesday, March 9, 2010
Seafood di Denmark
Aku dan Lars adalah pecinta makanan laut. Selama tinggal di Indonesia kami hampir selalu menyempatkan waktu memasak sendiri atau makan di restoran seafood. Kami juga keranjingan sashimi dan sushi. Pokoknya kalau sudah tentang seafood kami berdua kompak banget :)
Begitu juga ketika kami melakukan perjalanan atau pulang ke Denmark, seafood menjadi menu yang tidak pernah ketinggalan, walau tentu saja jenis seafood yang bisa kami dapatkan berbeda dengan di Indonesia.
Seperti hari ini, kami beruntung sekali bisa membeli beberapa ekor ikan segar dari seorang nelayan di Reerso. Dengan uang sebesar 40 Kroner (Rp 80,000,-) kami mendapatkan satu ekor ikan Pemakan Batu (Stenbiderrogen/Denmark) atau Lumpfish (Inggris). Ikan ini hidup di dasar laut di kedalaman 150-200 meter. Yang spesial dari ikan ini adalah bukan dagingnya, melainkan telur dari lumpfish betina (Kvabso). Telurnya mirip dengan kaviar dan dikenal sebagai Danish Caviar. Warnanya oranye berbutir lembut dan rasanya asin segar. Jadi kami membeli ikan ini khusus untuk kami ambil telurnya. Perut ikan dibuka untuk diambil telurnya. Telur ditempatkan di wadah plastik dan dikocok lembut untuk memisahkan dengan kulitnya. Selanjutnya bisa ditambahkan sedikit garam. Sebelum disantap dengan roti, potongan daun peterseli, rajangan bawang bombai, perasan lemon dan cream freche, lebih enak bila Danish kaviar ini kita simpan sekitar 1 jam terlebih dahulu di dalam kulkas.
Setelah menikmati Danish Caviar, selanjutnya perut kami dimanjakan oleh lembutnya daging 'Plaice Fish' goreng mentega yang disajikan dengan kentang rebus. Cara masaknya sederhana sekali, hanya dengan bumbu garam, lada dan tepung roti, digoreng dalam mentega panas dan kemudian dipanaskan di dalam oven. Dagingnya putih lembut dan rasanya seperti meleleh ketika dikunyah di dalam mulut. Hmmm...
O ..ya tak lupa ketinggalan segelas white wine sebagai teman makan seafood malam ini.
Puas rasanya makan malamku hari ini :)
Begitu juga ketika kami melakukan perjalanan atau pulang ke Denmark, seafood menjadi menu yang tidak pernah ketinggalan, walau tentu saja jenis seafood yang bisa kami dapatkan berbeda dengan di Indonesia.
Seperti hari ini, kami beruntung sekali bisa membeli beberapa ekor ikan segar dari seorang nelayan di Reerso. Dengan uang sebesar 40 Kroner (Rp 80,000,-) kami mendapatkan satu ekor ikan Pemakan Batu (Stenbiderrogen/Denmark) atau Lumpfish (Inggris). Ikan ini hidup di dasar laut di kedalaman 150-200 meter. Yang spesial dari ikan ini adalah bukan dagingnya, melainkan telur dari lumpfish betina (Kvabso). Telurnya mirip dengan kaviar dan dikenal sebagai Danish Caviar. Warnanya oranye berbutir lembut dan rasanya asin segar. Jadi kami membeli ikan ini khusus untuk kami ambil telurnya. Perut ikan dibuka untuk diambil telurnya. Telur ditempatkan di wadah plastik dan dikocok lembut untuk memisahkan dengan kulitnya. Selanjutnya bisa ditambahkan sedikit garam. Sebelum disantap dengan roti, potongan daun peterseli, rajangan bawang bombai, perasan lemon dan cream freche, lebih enak bila Danish kaviar ini kita simpan sekitar 1 jam terlebih dahulu di dalam kulkas.
Setelah menikmati Danish Caviar, selanjutnya perut kami dimanjakan oleh lembutnya daging 'Plaice Fish' goreng mentega yang disajikan dengan kentang rebus. Cara masaknya sederhana sekali, hanya dengan bumbu garam, lada dan tepung roti, digoreng dalam mentega panas dan kemudian dipanaskan di dalam oven. Dagingnya putih lembut dan rasanya seperti meleleh ketika dikunyah di dalam mulut. Hmmm...
O ..ya tak lupa ketinggalan segelas white wine sebagai teman makan seafood malam ini.
Puas rasanya makan malamku hari ini :)
Monday, March 8, 2010
Mama Mertua
Mama mertuaku bernama Kirsten Moller, kami kerap memanggilnya Mor (Moa = Ibu) Kis. Dia lahir pada tanggal 3 Maret 1920. Di usianya yang sudah udzur, mama masih tampak sehat walau beberapa fungsi di tubuhnya seperti mata dan pendengaran mengalami penurunan. Ayah mertuaku Mogen Moller wafat pada 2002. Sejak itu praktis Mor hidup sendiri hanya ditemani seekor anjing dachshund bernama Duli.
Sebagaimana kebanyakan manula-manula lainnya di Denmark, mama tidak tergantung kepada anak-anaknya. Dia sangat mandiri, kurang lebih dua tahun yang lalu dia masih menyetir mobilnya sendiri ke mana-mana, sampai pada akhirnya dokter melarangnya sama sekali untuk menyetir mobil karena penglihatannya yang semakin menurun. Mor perempuan yang sangat aktif dan enerjik. Jarang aku melihatnya tidak sedang mengerjakan sesuatu. Bila tidak mengajak Duli berjalan-jalan, dia akan sibuk di dapur atau di kebun, atau membaca buku.
Dia juga perempuan yang manis dan baik hati. Tak jarang aku dibuat tidak enak hati, karena dia tidak sungkan membantu menjemurkan cucianku atau menyiapkan sarapan pagi buat kami. Dia melakukannya dengan senang hati. Itu yang dia bilang ketika aku menyampaikan rasa tidak enakku kepadanya :). Seperti sekarang ini, dia berteriak dari dapur "Anna dan Lars, susu coklatnya nih cepet diminum mumpung masih panas :) "
Dia juga teman bicara yang asyik, dia mampu berbicara Bahasa Inggris dengan baik, jadi kami tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam berkomunikasi satu sama lain. Sekarang mama juga menjadi salah satu guru Bahasa Danish ku, setiap pagi dia akan mengajakku berbicara Bahasa Danish dan aku mencoba menjawabnya dalam Bahasa Danish pula. Dia guru yang baik karena mampu mengapresiasi usaha yang aku lakukan.
Dia menjadi salah satu kekuatanku untuk membuka lembaran baru di negara dingin ini.
Thursday, March 4, 2010
Denmark..kami datang!
Brrr...udara dingin langsung menerpa ketika kami tiba di Bandara Kastrup Kopenhagen, 1 Maret 2010. Hujan salju pun mulai turun ketika kami berjalan keluar menuju mobil Klaus, kakak Lars yang datang menjemput. Konyolnya, saya lupa mengganti sandal sepatu dengan sepatu tertutup, walhasil jari-jari kaki ku pun kaku :P
DENMARK KAMI DATANG!!!
Satu jam kemudian, kami pun tiba di rumah ibu mertua di Kota Slagelse (sekitar 120 km ke arah Barat dari Kopenhagen). Kami berencana untuk sementara menumpang tinggal di rumah mama hingga mendapatkan tempat tinggal baru di Kopenhagen.
Bintang sangat menikmati suasana baru yang menyambutnya di sini. Saking girangnya melihat salju yang menumpuk di mana-mana, dia langsung berlari keluar tanpa jaket tambahan dengan membawa ember dan sendok kayu. Dasar anak Indonesia yang baru sekali ini melihat salju, dia berteriak-teriak kegirangan: "Mama..mama es krim ...es krim", sambil mengumpulkan bongkahan salju yang membeku ke dalam ember dan membawanya masuk ke dalam rumah. Setelah itu, dia bahkan menyuapkannya (secara paksa) ke Duli, anjing kesayangan mama mertua.
Tentu buat aku dan Bintang, salju merupakan pengalaman pertama kami. Rasanya tak percaya melihat putihnya salju, memegangnya dan merasakan lembut dan dinginnya secara langsung. Karena baru sekali ini kami datang ke Denmark saat musim dingin. Kami seringkali mengunjungi Denmark di saat musim panas sekitar Juli- Agustus di mana cuaca relatif lebih bersahabat untuk orang-orang Asia sepertiku.
Kemarin sore kami ke Kopenhagen untuk merayakan ulangtahun mama mertua yang ke-90 bersama-sama dengan kakak-kakaknya Lars dan beberapa keponakan. Kami merayakannya secara sederhana di sebuah kafe kopi dan melanjutkan dengan minum bir di bar Irish. Brrr..udara dingin membeku saat itu di Kopenhagen. Termometer di mobil menunjukkan -1 derajad Celcius. Genangan air membeku di mana-mana. Kalau tidak hati-hati kita bisa terpeleset. Duh..kebayang deh sakitnya pantat atau kepala kalau kebentur aspal yang membeku :P
Hari ini, hujan salju masih turun sedikit. Sejak pukul 6 pagi, aku melihat beberapa orang sibuk memangkas ranting-ranting pohon dan membersihkan tumpukan salju di sekitar kompleks perumahan di mana kami tinggal. Suamiku berkomentar, "Bisa tidak kamu bayangkan bekerja seperti mereka, harus mulai di pagi buta di udara dingin seperti ini ..." Aku mengangguk pelan, iya ya ga kebayang rasanya ...
Kami juga mengunjungi rumah pantai mama yang menjadi tempat tinggal kami bila pulang ke Denmark saat musim panas. Rasanya aneh sekali, semua yang hijau dan penuh bunga di musim panas, saat ini semuanya tertutup tumpukan salju tebal. Laut tempat biasa kami berenang, membeku. Es dan es di mana-mana ...
Pengalaman baru yang mendebarkan!!
Subscribe to:
Posts (Atom)