Ngga terasa sudah masuk bulan Pebruari, berarti sebentar lagi di akhir bulan aku sudah memasuki tahun kedua tinggal di Denmark.
Aku dan keluarga (Lars dan Bintang) tiba di Denmark akhir Pebruari 2010. Ketika itu aku masuk ke Denmark dengan mengantongi visa turis 3 bulan.
Sesampainya kami di Denmark, aku dan suami bergegas mengurus semua hal yang berkaitan dengan ijin tinggal 2 tahun pertamaku. Waktu itu aku sempat kuatir karena kami masih tinggal menumpang di rumah mamanya Lars. Untung peraturan menyatakan boleh tinggal bersama orangtua asal bisa membuktikan dengan dokumen2 rumah yang sah.
Setelah semua dokumen siap, kami berdua mengantarkannya sendiri ke bagian pelayanan orang asing di kantor polisi di Slagelse (kota domisili kami). Waktu itu proses pembuatannya belum dikenakan biaya seperti sekarang. Kami diminta untuk menunggu kabar selanjutnya tentang ijin tinggalku. Walau visa turisku habis masa berlakunya di bulan Mei 2010, aku masih diperbolehkan untuk tinggal di Denmark karena statusku yang menunggu proses ijin tinggal pertamaku.
Alhamdulilah di akhir Mei 2010, aku sudah mengantongi ijin tinggal pertama untuk 2 tahun pertama. Dengan ijin tinggal itu aku memiliki hak untuk mendapatkan sekolah bahasa gratis, bekerja, dan pelayanan sosial lainnya. Pintu pertama sudah terbuka.
Aku memasukinya dengan memulai mempelajari bahasa Danish. Tantangan yang luar biasa, karena bahasa yang satu ini tidak bisa dibilang mudah. Aku masuk pendidikan bahasa 3 (Dansk Uddanelse 3) dan dimulai dengan modul 1. Sekolah bahasa ini aku jalani secara rutin layaknya sekolah biasa: dari jam 8.15 pagi hingga 2 siang.
Kenapa kok belajar bahasa Danish itu penting? Karena bahasa Danish adalah pintu utama yang membuatmu nyaman tinggal di negara ini. Walau banyak warga Denmark handal berbahasa Inggris, namun mereka akan lebih menghormati bila kita mampu berkomunikasi dalam bahasa Danish. Selain itu kemampuan bahasa Danish menjadi kunci pembuka pintu-pintu peluang lainnya: seperti misalnya melanjutkan sekolah atau bekerja.
Kenapa kok harus kerja? Iyalah, kita harus menghasilkan uang di negara ini. Selain karena kebutuhan ekonomi pribadi, apa-apa serba mahal di sini :( Negara juga mendorong penduduknya untuk berkontribusi secara aktif dalam pemasukan pajak negara. Uang pajak itulah yang kembali dalam bentuk sekolah gratis, RS gratis, jalan tol gratis, dsb.
Aku mulai hunting cari kerja sejak aku mulai masuk modul 3 di sekolah bahasa. Susahnya minta ampun. Ratusan lebih surat penolakan aku terima. Paling banter pun hanya masuk interview awal. Kendala utamanya adalah kemampuan bahasa danishku yang masih belum bagus, sementara banyak orang2 Danish juga sedang berburu pekerjaan yang sama. Stress pun mulai melanda. Rasa percaya diriku melotot drastis.
Namun aku tidak berhenti berusaha. Tanya kiri kanan, akhirnya di akhir bulan Juni 2011 ada seorang kawan satu sekolah yang menawari pekerjaan di kafe kecil yang berada di dalam kebun penjualan bunga mawar. Walaupun sama sekali tidak memiliki pengalaman di restoran sebelumnya, aku memberanikan diri mengambil tantangan ini.
Aku bekerja di sana selama musim panas Juni hingga akhir Agustus 2011. Banyak hal baru aku pelajari. Bukan hanya soal pekerjaan, tapi juga sosial budaya berinteraksi langsung dengan banyak orang2 Danish.
Alhamdulilah lambat laun bahasa danishku mulai terasah. Di saat yang sama aku mencoba-coba melamar sebagai tenaga penerjemah paruh waktu di kantor polisi. Gayung bersambut, mereka memanggilku untuk interview dan tes, karena mereka masih membutuhkan penerjemah dari Indonesia. Setelah interview dan tes, aku dinyatakan lulus dan mendapat nomor resmi penerjemah dari pihak kepolisian. Namaku terdaftar resmi sebagai tenaga penerjemah!
Pekerjaan ini aku lakukan di waktu senggang ketika sedang off bekerja di restoran. Lumayan lah selain melatih keberanian, aku juga mengasah terus kemampuan bahasa Danish yang aku pelajari di sekolah (selain tentunya menambah uang belanja ;) )
Musim panas 2011 berakhir, tempatku bekerja harus tutup untuk sementara, karena musim dingin mulai menjelang. Praktis aku kehilangan pekerjaan yang memberiku penghasilan. Stress mulai pun melanda lagi. Aku segera sibuk mencari pekerjaan baru. Bersepeda keliling menawarkan CV ke semua tempat menjadi aktivitas rutinku hampir tiap hari. Banyak orang angkat topi untuk usahaku ini.
Di puncak kegalauanku aku ingat masih punya simpanan perhatian dari pihak job centre Slagelse, karena sejak aku tinggal di Denmark mereka terkesan cuek dan tidak pernah menanyakan kondisiku samasekali. Hanya lewat pos saja mereka berkomunikasi denganku, hanya untuk urusan tandatangan kontrak integrasi :(
Aku telpon mereka dan menyatakan ingin bertemu. Di dalam pertemuan pertama, protes pertama yang aku lempar adalah "kemana saja selama ini, kok ga ada perhatian sama sekali?" Jawab mereka malah membuatku tambah kesal, mereka bilang pihak sekolah bahasa bilang kamu pandai dan bisa mencari pekerjaan sendiri. Jadi tidak perlulah kami membantumu. Aku tidak bisa menerima alasan ini, dan dengan sedikit menekan meminta mereka mencarikan aku pekerjaan. Aku ingat saat itu konsulerku bertanya "pekerjaan apa yang kamu inginkan?" aku jawab: "manager". Dia tersentak dan menjawab: "sabar lah kami belum bisa mencarikan pekerjaan untuk level itu karena mengingat kamu belum selesai sekolah bahasa". Akhirnya di ujung pertemuan mereka berjanji mencarikan pekerjaan (apa saja asal halal) untuk aku. Tanpa bisa protes berpanjang lebar aku menerima tawaran mereka.
Hanya satu hari berselang setelah pertemuan dengan job centre, akhir september 2011 aku sudah terdampar di Danhostel Korsør (sejenis tempat penginapan, tempat kursus, rapat, pesta, dsb). Sebagaimana pendatang lainnya dari Thailand, Cina, Vietnam dan Somalia, pekerjaan awal yang harus aku lakoni adalah sebagai cleaning service yang harus membersihkan kamar, lantai, dapur, jendela, termasuk membersihkan toilet. Terus terang aku benci pekerjaan ini, namun aku tak punya pilihan lain. Ini adalah pintu yang harus aku masuki dengan sabar dan ikhlas.
Alhamdulilah hanya kurang dari 3 hari, pintu lain terbuka untukku. Setelah mengamatiku selama 3 hari :) mereka menawari aku membantu bekerja di kantor dan sekali-kali membantu menyiapkan makanan pagi buat para tamu. Selamat tinggal toilet :)
Pekerjaan sebagai asisten kantor/ resepsionis merangkap pembuat sarapan pagi inilah yang aku lakoni hingga saat ini, sambil sekali-kali aku masih mengerjakan order terjemahan.
Ternyata benar juga kata orang tua bahwa hidup akan terasa berat bila kita melakoninya dengan keluh kesah, dan akan terasa ringan bila kita menjalaninya dengan sabar dan tidak berputus asa.
Peran keluarga sangat berperan penting buat aku. Suami yang penuh perhatian menjadi kekuatan utamaku. Walau dia tak pernah selalu ada di sampingku karena juga harus mencari nafkah (bahkan hingga jauh ke belahan dunia yang lain), namun caranya menjalankan peran suami selalu mampu membuatku bertahan. Aku sungguh tidak keliru memilihnya sebagai pendamping hidup :).
Negara ini (dan suamiku) membuatku lebih kuat dan mandiri sebagai pribadi. ...bersambung ...
seru seru seru seru deh mbaaaa :)
ReplyDeletejadi mau juga pindah ke luar negeri :( aku ada saudara di belanda ,apakah bisa semulus membaca artikel ini ?
semoga bisa ketemu ya ,kalau tahun ini jg ke erope :D
Belinda
xoxo