Ketika menjalani hidup kita harus melihat ke depan, tapi bukan berarti kita tidak samasekali melihat ke belakang. Pengalaman masa lalu mengajarkan kita untuk tidak mengulang kesalahan yang sama, sehingga langkah kita ke depan akan menjadi lebih baik. Tentunya kita tidak ingin jatuh ke lubang yang sama, bukan?
Seperti juga pengalamanku berteman dengan banyak orang di masa lalu. Banyak kesalahan yang telah aku buat dalam memperlakukan diriku sendiri dalam konteks pertemanan. Naif begitulah kata yang mungkin tepat aku sandingkan buat diriku sendiri saat itu.
Dulu aku tidak pandai membedakan antara teman sejati dan teman palsu. Yang penting ramai-ramainya, makan siang bareng, belanja bareng, dugem bareng, pergi ke pesta bareng dan sebagainya dan sebagainya pokoknya bisa bareng-bareng seperti kawanan bebek yang terbang di langit. Kuantitas teman menjadi lebih penting dari kualitas pertemanan itu sendiri.
Ketika bertemu dengan banyak teman, salah satu hal yang sulit sekali dihindari adalah membicarakan teman yang lain (yang nota bene mungkin masih berada dalam lingkar pertemanan yang sama). Alih-alih membicarakan hal yang positif dari sang teman, kita malah asyik bergunjing hal-hal yang sebetulnya bukan menjadi urusan kita sebagai teman. Kita begitu asyik membicarakan keburukan atau hal-hal negatif teman kita sendiri. Ironiknya kita sangat menikmati perbincangan tersebut. Kita senang melihat penderitaan teman kita dan dengan segenap hati menyorakinya.
Apakah ini refleksi atas kekecewaan kita sendiri terhadap hidup yang kita lakoni? Seolah-olah dengan bergosip dan mentertawai nasib buruk teman kita, hidup kita sendiri menjadi terasa lebih ringan dan menjadi lebih baik?? Sakit memang kedengarannya, tapi itulah yang kurasakan kita aku dulu sering berteman dengan gaya bebek.
Orang-orang dalam lingkar pertemanan bebek itu, uniknya juga merupakan korban-korban gosip dari teman-teman bebek yang lainnya. Si A misalnya ketika bertemu dengan B, akan membicarakan keburukan si C. Si C ketika bertemu dengan A akan membicarakan keburukan si B, dan ketika mereka bertemu bertiga , mereka akan bergosip ria tentang si D atau si E atau siapa saja yang tengah menjadi perhatian mereka, dan seterusnya dan seterusnya. Sepertinya hidup orang lain sungguh menarik untuk dibicarakan, atau bahkan dibumbui sehingga lebih sedap ketika disampaikan ke orang lain.
Aku sendiri tentu tidak kaget ketika seorang kenalan baru tiba-tiba menyampaikan keprihatinannya atas cerita-cerita yang dia dengar tentang kehidupan masa laluku. Aku tidak perlu repot-repot bertanya siapa narasumbernya, karena sudah pasti cerita yang dia dengar itu datangnya dari kawanan teman-teman bebekku itu, dan itupun dia amini. Aku sendiri geli ketika setelah sekian lama tidak bertemu dengan teman-teman bebekku itu, tiba-tiba ada orang asing yang mangajak berkenalan karena saking penasarannya membandingkan antara aku dalam cerita-cerita versi teman-teman bebekku dengan aku sendiri yang kebetulan dia lihat melalui facebook atau ketika tidak sengaja bertemu di suatu acara ketika aku dan keluarga masih berada di Indonesia.
Aku bilang ke dia, aku tidak apa-apa. Cerita yang mereka sampaikan ke dia mungkin benar adanya, walau mungkin agak-agak didramatisir biar lebih seru hehehe. Cuma yang menjadi keherananku, orang itu tidak kenal aku sebelumnya, kok ya repot-repot banget teman-teman bebekku itu harus cerita tentang masa lalu ku ke dia. Apa mereka kurang kerjaan ya di kantornya? :D
Sekarang aku ingin bersikap lebih hati-hati. Bukan aku tidak ingin memiliki teman yang banyak. Tapi buatku kualitas pertemanan saat ini lebih penting daripada banyak teman tapi tidak merasa nyaman. Tentu aku juga manusia biasa, yang bisa merasa sakit ketika mendengar cerita kehidupannya diumbar-umbar tanpa rasa jengah sedikitpun. Seolah-olah ketika membicarakan orang lain, hidup kita sendiri lebih baik atau lebih mulia. Dan juga menilai orang dengan standar yang kita buat sendiri. Kita lupa bahwa masih ada Tuhan yang mencatat semuanya. Mencatat kemunafikan yang kita lakukan terhadap orang-orang yang kita panggil sebagai teman.
Translate
Wednesday, July 28, 2010
Sunday, July 18, 2010
Hari yang panjang di kampung halaman HC Andersen
Rasanya excited banget ketika aku berkesempatan melakukan perjalanan sendiri untuk pertamakalinya di Denmark dengan kereta Slagelse-Odense. Suami memberiku libur dari aktivitas rumah tangga, ``You need to having fun with your friends, just go dont worry about Bintang``, ujar Lars ketika aku sampaikan niatku mengunjungi Kadek teman Indonesiaku yang bertempat tinggal di Odense.
Odense merupakan kota tempat kelahiran penulis dongeng terkenal Hans Christian Andersen. Aku mengenal dongeng-dongengnya sejak kecil. Beberapa karya beliau sangat melekat di pikiran hingga kini. Jadi ketika aku keluar dari stasiun kereta Odense, pertamakali yang HARUS aku kunjungi adalah Museum HC Andersen. Jadi Kadek dengan senang hati mengantarku ke sana.
Setelah dari museum kami berjalan kaki menuju apartemen Kadek. Setelah beristirahat sejenak, aku membantu Kadek memotong-motong sayuran bahan pecel dengan bumbu pecel kiriman bapakku. Kadek sendiri sudah memasak ayam betutu dan baso sapi. Setelahnya Kadek juga membuat pangsit isi ayam dan udang. Semuanya makanan khas Indonesia yang SUPER LEZAT!!
Menjelang sore, datanglah beberapa teman: Wulan asli Bandung yang sudah 10 tahun tinggal di Denmark, Farah asli Singapura yang sudah tinggal di Denmark 2 tahun, Daniela cewek Bosnia yang tinggal di Denmark setahun lebih. Sambil makan kami saling bertukar cerita dan berdiskusi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan kehidupan sebagai pendatang di Denmark. Oya ada satu lagi teman yang datang menyusul yaitu Emma dari Kenya.
Setelah puas makan, kami keluar bersama-sama untuk menikmati kehidupan malam di Odense. Terus terang ini kali pertamanya aku keluar malam di Denmark. Kami menuju salah satu bar & cafe di pusat kota, dan menikmati suasana di sana. Tanpa sungkan kami menghangatkan malam dengan dance bersama-sama diiringi musik yang menghentak. It was very fun indeed!!
Tanpa terasa kami bersama-sama hingga pukul 03.30 pagi!!
Sungguh hari panjang yang menyenangkan di kampung halaman HC Andersen.
Labels:
HC Andersen,
Odense,
teman baru di Denmark
Subscribe to:
Posts (Atom)